Wednesday, January 25, 2017

Sejarah Asal Usul Nagari Simpang Tanjuang Nan IV



Asal nama dan kependudukan Nagari Simpang Tj Nan IV menurut cerita yang diwariskan secara turun temurun yang tidak dapat diketahui tahun kejadiannya, menurut warih nan bajawek, pusako nan batarimo, dari mamak ka kamanakan, sako nan disakoi, pusako dipusakoi, sejarah yang dipedomani, yaitu pada masa dahulunya dimasa ninik moyang di nagari Batu Banyak mufakat empat keluarga dari suku melayu keempatnya bermaksud hendak mengembangkan ekonomi, akan mencari  hutan nan lembang, mencari tanah yang baik untuk tempat pemukiman dan tempat malaco.
Setelah mendapat kata mufakat berangkatlah empat keluarga tersebut dari Batu Banyak menuju arah selatan, dek lamo lambek dijalan maka sampailah mereka di bukit Siambai-ambai yang lazim di sebut bukit Cambai, dari sini tampaklah dua buah danau yakni Danau Diatas dan Danau Dibawah, setelah diperhatikan maka sepakatlah keempat keluarga itu untuk menuju ke Danau Diatas sehingga  sampailah mereka di Garinggiang. Maka di jalani dan diperiksalah Danau Diatas dimaksud, setelah beberapa hari mengelilingi Danau Diatas maka sampailah mereka kembali ketempat semula yaitu di Garinggiang, maka bermusyawarahlah keempat keluarga itu untuk membagi dan menentukan ulayat  masing-masing, dari kesepakaatan bersama maka didirikanlah empat orang rajo  atau pemimpin serta ulayat bagi masing-masing rajo, yaitu :
1.      RAJO MUDO di Pulau Sigaduduak
2.      RAJO DIACEH di Tanjuang Gadang
3.      RAJO NAN PUTIE di Tanjuang Lalang
4.      RAJO BILANG di Batu Bamo

Inilah yang disebut orang yang barampek atau RAJO NAN BARAMPEK konon dari sini pulalah asal nama nagari Tanjuang Nan Ampek dan orang yang brempat ini pulalah yang mempunyai ulayat di Nagari Tanjuang Nan Ampek baik di danau maupun didarat, karena orang yang berempat inilah yang pertama sekali menginjakkan kaki di Tanjuang Nan Ampek, mereka yang berusaha mancancang malatieh, manabak manaruko di ulayat masing-masing. Bagi Rajo Nan Barampek orang yang pertama  sekali dibawa ke Tanjuang Nan Appek lebih diutamakan anak pisang jo induak bako kemudian baru suku-suku yang lainnya, sehingga menjadi sebuah nagari yaitu TANJUANG NAN AMPEK yang dipusatkan di Taluak Anjalai. Dan dibangun balai adat dan satu buah masjid di Taluak Anjalai.
Untuk kesempurnaan nagari serta undang undang nagari maka  diadakanlah musyawarah nagari pada tahun  1901 di Pulau  Sigaduduak tepatnya di Anau Rapek, musyawarah pada saat itu belum mendapatkan keputusan. Pada tahun 1908 musyawarah yang Kedua diadakan kembali bertempat di Batu Ampa Pulau Sigaduduak namun juga belum mendapat  keputusan.
 Setelah ada jalan yang menghubungkan Padang-Muara Labuh, Solok–Alahan Panjang maka  fasilitas nagari mulai dibangun seperti : pasar, balai adat, sekolah dan sebagainya dipusatkan di persimpangan. Pada tahun 1914 kembali diadakan musyawarah yang Ketiga bertempat di Gaduang Sirocok Pulau Sigaduduak yang dihadiri oleh niniak mamak dari Batu Banyak beseta Kepala Nagari Batu Banyak, niniak mamak dari Solok jo Selayo, Kinari jo Parambahan dan Lareh Koto Nan Anam serta Demang dari Alahan Panjang, maka musyawarah besar pada waktu inilah yang mendapat keputusan, lah mandapek kato mufakat, lah bulek aie kapambuluah, maka dipotonglah kerbau di Gaduang Sirocok Pulau Sigaduduak dan di adakan kenduri selama tiga hari tiga malam dan pada waktu itu dikukuhkanlah pengulu  dilengkapi dengan gelar Datuak dan niniak  mamak  ampek jinih di Tanjuang Nan Ampek, yaitu :
I.                   RAJO NAN BARAMPEK statusnya adalah Pengulu Ulayat mereka adalah :
1.              DATUAK RAJO MUDO adalah Pengulu Ulayat Pulau Sigaduduak
2.              DATUAK RAJO DIACEH adalah Pengulu Ulayat Tanjuang Gadang
3.              DATUAK RAJO NAN PUTIEH adaalah Pengulu Ulayat Tanjuang Lalang
4.              DATUAK RAJO BILANG adalah Pengulu Ulayat Batu Bamo
II.                PENGULU  NAN BATIGO stausnya adalah Pengulu Andiko mereka adalah :
1.                              DATUAK BAGINDO MUDO
2.                              DATUAK RAJO INTAN/DATUAK MANDARO JAMBAK
3.                              DATUAK MALINTANG SATI

Pada tahun 1918 nagari Tanjuang Nan Ampek diberi nama Simpang Tanjuang Nan Ampek, nagari pada masa itu masih dibawah tekanan penjajahan, hingga sampai tanggal 17 Agustus 1945 berkat rahmat Allah SWT Indonesia dapat memproklamirkan Kemerdekaan, Memasuki masa-masa sulit  pada awal Kemerdekaan Indonesia  masyarakatnagari Simpang Tanjuang Nan Ampek sebagaimana daerah lain di Republik ini masih tetap mengalami keprihatinan melawan pemberontakan-pemberontakan di daerah sampai kepada  Era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama.
Memasuki Era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa/Kelurahan, yang aplikasinya tahun 1982 Sistem Pemerintahan Nagari secara Nasional berubah menjadi Sistem Pemerintahan Desa/Kelurahan. Pada Tahun 1979-1990 Sistem Pemerintahan Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek berubah menjadi Sistem Pemerintahan Desa yang terdiri dari 8 (delapan ) Desa, yaitu:
1.      Desa Kapalo Danau Dibawah
2.      Desa Pasar Simpang
3.      Desa Kapalo Danau Diateh
4.      Desa Lurah Ingu
5.      Desa Aka Gadang
6.      Desa Gurun Data
7.      Desa Taluak Kinari
8.      Desa Taluak Anjalai

Pada Tahun 1996-1999 terjadi penyatuan Desa, di Kenagarian Simpang Tanjuang Nan Ampek menjadi 4 (Empat) Desa, yaitu :
1.      Desa Kepala Danau Dibawah
2.      Desa Wisata
3.      Desa Sungai Sirah
4.      Desa Paubungan
Setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dalam paradigma baru maka pelaksaan otonomi daerah yang dicirikan denga azas desentralisasi, memposisikan pemerintah daerah menjadi penanggungjawab utama atas kebijakan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kewenangan yang diberikan dan tetap berada dalam koridor negara kesatuan  Republik Indonesia.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat  telah menyikapi secara arif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 denagn melahirkan peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000  yang memberi peluang kepada daerah untuk mengatur pemerintahan terdepan sesuai dengan kreatifitas masing-masing. Di Provinsi Sumatera Barat ditetapkan sistim Pemerintahan terdepan yaitu Pemerintahan Nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000, sehingga pemerintahan tersebut dinamakan dengan Nagari, dan dalam pelaksanaannya bernuansa filosofi “Adat Basandi Syara’ dan Syara’ Basandi Kitabullah”.
Komitmen masyarakat untuk “Babaliak ka Nagari” di Kabupaten Solok dipertegas dengan Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari, suatu hal penting yang merupakan tujuan kembali kepada Sistem Pemerintahan Nagari  bagaimana perasaan sahino samalu, saciok bak ayam, sadanciang bak basi kembali hidup ditengah-tengah masyarakat  jika persaan tersebut ditopang pula oleh nilai-nilai sosial budaya yang ditaati oleh masyarakat.
Nagari Simpang Tanjung Nan IV secara Yuridis  Formal dibentuk kembali bedasarkan Keputusan Bupati Solok Nomor 104 Tahun 2000 tentang Pengukuhan 55 Nagari di Kabupaten Solok , maka nagari Simpang Tanjung Nan IV dengan suka cita kembali meresmikan nagari Simpang Tanjung Nan IV dengan kembali menyembelih kerbau di Gaduang Sirocok pada tanggal 16 Oktober 2001, sebagai bukti sejarah maka dibangun sebuah prasasti/monumen di Gaduang Sirocok Nagari Simpang Tanjung Nan IV,   Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok yang dibangun oleh Pemerintah Nagari bersama Rajo nan Barampek beserta masyarakat Simpang Tanjung Nan IV
Nagari Simpang Tanjung Nan IV dihuni oleh penduduk heterogen yang terdiri dari 6 (enam) suku,  yaitu Suku Melayu, Suku Bendang, Suku Tanjung, Suku Kutianyie/Jambak, Suku Caniago dan Suku Panai.  

No comments:

Post a Comment