Asal
nama dan kependudukan Nagari Simpang Tj Nan IV menurut cerita yang diwariskan
secara turun temurun yang tidak dapat diketahui tahun kejadiannya, menurut
warih nan bajawek, pusako nan batarimo, dari mamak ka kamanakan, sako nan
disakoi, pusako dipusakoi, sejarah yang dipedomani, yaitu pada masa dahulunya
dimasa ninik moyang di nagari Batu Banyak mufakat empat keluarga dari suku
melayu keempatnya bermaksud hendak mengembangkan ekonomi, akan mencari hutan nan lembang, mencari tanah yang baik
untuk tempat pemukiman dan tempat malaco.
Setelah
mendapat kata mufakat berangkatlah empat keluarga tersebut dari Batu Banyak
menuju arah selatan, dek lamo lambek dijalan maka sampailah mereka di bukit
Siambai-ambai yang lazim di sebut bukit Cambai, dari sini tampaklah dua buah
danau yakni Danau Diatas dan Danau Dibawah, setelah diperhatikan maka
sepakatlah keempat keluarga itu untuk menuju ke Danau Diatas sehingga sampailah mereka di Garinggiang. Maka di
jalani dan diperiksalah Danau Diatas dimaksud, setelah beberapa hari
mengelilingi Danau Diatas maka sampailah mereka kembali ketempat semula yaitu
di Garinggiang, maka bermusyawarahlah keempat keluarga itu untuk membagi dan menentukan
ulayat masing-masing, dari kesepakaatan
bersama maka didirikanlah empat orang rajo
atau pemimpin serta ulayat bagi masing-masing rajo, yaitu :
1. RAJO
MUDO di Pulau Sigaduduak
2. RAJO
DIACEH di Tanjuang Gadang
3. RAJO
NAN PUTIE di Tanjuang Lalang
4. RAJO
BILANG di Batu Bamo
Inilah
yang disebut orang yang barampek atau RAJO NAN BARAMPEK konon dari sini pulalah
asal nama nagari Tanjuang Nan Ampek dan orang yang brempat ini pulalah yang
mempunyai ulayat di Nagari Tanjuang Nan Ampek baik di danau maupun didarat, karena
orang yang berempat inilah yang pertama sekali menginjakkan kaki di Tanjuang
Nan Ampek, mereka yang berusaha mancancang malatieh, manabak manaruko di ulayat
masing-masing. Bagi Rajo Nan Barampek orang yang pertama sekali dibawa ke Tanjuang Nan Appek lebih
diutamakan anak pisang jo induak bako kemudian baru suku-suku yang lainnya,
sehingga menjadi sebuah nagari yaitu TANJUANG NAN AMPEK yang dipusatkan di
Taluak Anjalai. Dan dibangun balai adat dan satu buah masjid di Taluak Anjalai.
Untuk
kesempurnaan nagari serta undang undang nagari maka diadakanlah musyawarah nagari pada tahun 1901 di Pulau
Sigaduduak tepatnya di Anau Rapek, musyawarah pada saat itu belum
mendapatkan keputusan. Pada tahun 1908 musyawarah yang Kedua diadakan kembali
bertempat di Batu Ampa Pulau Sigaduduak namun juga belum mendapat keputusan.
Setelah ada jalan yang menghubungkan
Padang-Muara Labuh, Solok–Alahan Panjang maka
fasilitas nagari mulai dibangun seperti : pasar, balai adat, sekolah dan
sebagainya dipusatkan di persimpangan. Pada tahun 1914 kembali diadakan
musyawarah yang Ketiga bertempat di Gaduang Sirocok Pulau Sigaduduak yang
dihadiri oleh niniak mamak dari Batu Banyak beseta Kepala Nagari Batu Banyak,
niniak mamak dari Solok jo Selayo, Kinari jo Parambahan dan Lareh Koto Nan Anam
serta Demang dari Alahan Panjang, maka musyawarah besar pada waktu inilah yang
mendapat keputusan, lah mandapek kato mufakat, lah bulek aie kapambuluah, maka
dipotonglah kerbau di Gaduang Sirocok Pulau Sigaduduak dan di adakan kenduri
selama tiga hari tiga malam dan pada waktu itu dikukuhkanlah pengulu dilengkapi dengan gelar Datuak dan
niniak mamak ampek jinih di Tanjuang Nan Ampek, yaitu :
I.
RAJO NAN BARAMPEK
statusnya adalah Pengulu Ulayat mereka adalah :
1.
DATUAK RAJO MUDO adalah
Pengulu Ulayat Pulau Sigaduduak
2.
DATUAK RAJO DIACEH
adalah Pengulu Ulayat Tanjuang Gadang
3.
DATUAK RAJO NAN PUTIEH
adaalah Pengulu Ulayat Tanjuang Lalang
4.
DATUAK RAJO BILANG
adalah Pengulu Ulayat Batu Bamo
II.
PENGULU NAN BATIGO stausnya adalah Pengulu Andiko
mereka adalah :
1.
DATUAK BAGINDO MUDO
2.
DATUAK RAJO
INTAN/DATUAK MANDARO JAMBAK
3.
DATUAK MALINTANG SATI
Pada
tahun 1918 nagari Tanjuang Nan Ampek diberi nama Simpang Tanjuang Nan Ampek,
nagari pada masa itu masih dibawah tekanan penjajahan, hingga sampai tanggal 17
Agustus 1945 berkat rahmat Allah SWT Indonesia dapat memproklamirkan
Kemerdekaan, Memasuki masa-masa sulit
pada awal Kemerdekaan Indonesia
masyarakatnagari Simpang Tanjuang Nan Ampek sebagaimana daerah lain di
Republik ini masih tetap mengalami keprihatinan melawan
pemberontakan-pemberontakan di daerah sampai kepada Era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama.
Memasuki
Era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua dengan lahirnya Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa/Kelurahan, yang aplikasinya tahun 1982
Sistem Pemerintahan Nagari secara Nasional berubah menjadi Sistem Pemerintahan
Desa/Kelurahan. Pada Tahun 1979-1990 Sistem Pemerintahan Nagari Simpang
Tanjuang Nan Ampek berubah menjadi Sistem Pemerintahan Desa yang terdiri dari 8
(delapan ) Desa, yaitu:
1. Desa
Kapalo Danau Dibawah
2. Desa
Pasar Simpang
3. Desa
Kapalo Danau Diateh
4. Desa
Lurah Ingu
5. Desa
Aka Gadang
6. Desa
Gurun Data
7. Desa
Taluak Kinari
8. Desa
Taluak Anjalai
Pada
Tahun 1996-1999 terjadi penyatuan Desa, di Kenagarian Simpang Tanjuang Nan Ampek
menjadi 4 (Empat) Desa, yaitu :
1. Desa
Kepala Danau Dibawah
2. Desa
Wisata
3. Desa
Sungai Sirah
4. Desa
Paubungan
Setelah
diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
dalam paradigma baru maka pelaksaan otonomi daerah yang dicirikan denga azas
desentralisasi, memposisikan pemerintah daerah menjadi penanggungjawab utama
atas kebijakan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kewenangan yang
diberikan dan tetap berada dalam koridor negara kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah
Provinsi Sumatera Barat telah menyikapi
secara arif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 denagn melahirkan peraturan
Daerah Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000
yang memberi peluang kepada daerah untuk mengatur pemerintahan terdepan
sesuai dengan kreatifitas masing-masing. Di Provinsi Sumatera Barat ditetapkan
sistim Pemerintahan terdepan yaitu Pemerintahan Nagari yang diatur dalam
Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000, sehingga
pemerintahan tersebut dinamakan dengan Nagari, dan dalam pelaksanaannya
bernuansa filosofi “Adat Basandi Syara’ dan Syara’ Basandi Kitabullah”.
Komitmen
masyarakat untuk “Babaliak ka Nagari”
di Kabupaten Solok dipertegas dengan Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor 4
Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari, suatu hal penting yang merupakan tujuan
kembali kepada Sistem Pemerintahan Nagari
bagaimana perasaan sahino samalu, saciok bak ayam, sadanciang bak basi
kembali hidup ditengah-tengah masyarakat
jika persaan tersebut ditopang pula oleh nilai-nilai sosial budaya yang
ditaati oleh masyarakat.
Nagari
Simpang Tanjung Nan IV secara Yuridis
Formal dibentuk kembali bedasarkan Keputusan Bupati Solok Nomor 104
Tahun 2000 tentang Pengukuhan 55 Nagari di Kabupaten Solok , maka nagari
Simpang Tanjung Nan IV dengan suka cita kembali meresmikan nagari Simpang
Tanjung Nan IV dengan kembali menyembelih kerbau di Gaduang Sirocok pada
tanggal 16 Oktober 2001, sebagai bukti sejarah maka dibangun sebuah
prasasti/monumen di Gaduang Sirocok Nagari Simpang Tanjung Nan IV, Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok yang
dibangun oleh Pemerintah Nagari bersama Rajo nan Barampek beserta masyarakat
Simpang Tanjung Nan IV
Nagari
Simpang Tanjung Nan IV dihuni oleh penduduk heterogen yang terdiri dari 6
(enam) suku, yaitu Suku Melayu, Suku
Bendang, Suku Tanjung, Suku Kutianyie/Jambak, Suku Caniago dan Suku Panai.
No comments:
Post a Comment